Seputarberitaterbaru.id – Kepercayaan Animisme, Dinamisme, dan Totemisme di Zaman Praaksara. Memahami kepercayaan animisme, dinamisme, dan totemisme sangat penting untuk mengetahui bagaimana manusia pada zaman praaksara memandang dunia. Kepercayaan ini berkembang di berbagai tempat pada masa prasejarah, ketika manusia mulai mencari cara untuk menjelaskan fenomena alam di sekitar mereka.
Animisme, dinamisme, dan totemisme adalah tiga bentuk utama kepercayaan yang membantu manusia purba menjalin hubungan dengan alam dan kekuatan gaib. Perbedaan paling mencolok dari ketiga kepercayaan ini terletak pada objek dan sifat kepercayaannya.
Animisme adalah kepercayaan pada roh nenek moyang dan roh lain yang memengaruhi kehidupan manusia. Dinamisme, sebaliknya, meyakini kekuatan gaib yang terdapat dalam benda-benda alam seperti batu, pohon, dan air. Totemisme adalah kepercayaan pada binatang atau tumbuhan tertentu yang dianggap suci dan memiliki kekuatan gaib.
Kepercayaan animisme, dinamisme, dan totemisme muncul karena manusia purba berusaha memahami dan mengendalikan lingkungan mereka. Mereka melihat gejala alam sebagai manifestasi kekuatan gaib yang harus dihormati dan dipuja agar mendapatkan perlindungan atau manfaat.
Kepercayaan Animisme
Kepercayaan animisme adalah salah satu bentuk kepercayaan tertua yang pernah dianut oleh manusia. Berdasarkan buku Sejarah Indonesia: untuk SMK Kelas X yang ditulis oleh Fatayat Ridlo, animisme adalah kepercayaan pada roh nenek moyang serta roh lain yang diyakini memengaruhi kehidupan mereka.
Para manusia purba meyakini bahwa arwah leluhur memiliki struktur sosial yang mirip dengan masyarakat mereka. Untuk menjaga hubungan baik dengan roh-roh tersebut, manusia purba memberikan sesaji sebagai bentuk penghormatan dan upaya untuk menghindari gangguan dari roh-roh tersebut.
Menurut buku Antropologi Pendidikan yang ditulis oleh Aep dan Rusdiana, terdapat empat unsur pokok dalam kepercayaan, termasuk animisme.
- Pertama, emosi keagamaan atau getaran jiwa yang mendorong manusia untuk menjalankan kelakuan religi.
- Kedua, sistem kepercayaan yang mencakup bayangan dunia, alam gaib, kehidupan setelah mati, surga, dan neraka.
- Ketiga, sistem upacara keagamaan yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia gaib berdasarkan sistem kepercayaan tersebut.
- Terakhir, kelompok keagamaan atau kesatuan sosial yang mengkonsepsi dan mengaktifkan kepercayaan serta sistem upacara keagamaannya.
Pada masa praaksara, manusia mulai memahami sebab akibat dari gejala alam yang mereka rasakan. Menurut buku Sejarah Indonesia SMA/MA/SMK/MAK Kelas X Edisi Revisi 2017 karya Restu Gunawan dkk., manusia purba menganggap bahwa penyebab dari berbagai fenomena alam berasal dari roh-roh yang mengatur dan menentukan alam semesta.
Kepercayaan animisme adalah bagian dari usaha mereka untuk mencari solusi atas masalah-masalah yang muncul akibat gejala alam tersebut. Mereka percaya bahwa dengan menjalani ritual seperti pembacaan doa dan pemberian sesajen, mereka bisa mempengaruhi kehendak roh-roh tersebut demi kebaikan mereka.
Praktik animisme pada masa praaksara tidak hanya berupa pemberian sesaji tetapi juga melibatkan berbagai ritual lainnya. Misalnya, upacara pemakaman yang rumit dan penuh makna religius. Mereka percaya bahwa roh orang yang sudah meninggal tetap ada dan perlu diperlakukan dengan baik untuk menjaga kesejahteraan yang masih hidup.
Buku Sejarah Indonesia menjelaskan bahwa keyakinan terhadap roh nenek moyang ini menjadi bagian penting dari struktur sosial dan budaya mereka. Ini mencerminkan hubungan yang erat antara manusia dan alam gaib dalam kehidupan sehari-hari.
Memahami kepercayaan animisme penting untuk memberikan wawasan tentang sejarah kepercayaan manusia dan evolusi pemikiran religius. Kepercayaan ini menunjukkan bagaimana manusia purba mencoba menjelaskan dunia di sekitar mereka dan mencari cara untuk berhubungan dengan kekuatan-kekuatan yang mereka anggap mengendalikan alam.
Kepercayaan Dinamisme
Kepercayaan dinamisme adalah salah satu bentuk kepercayaan kuno yang dianut oleh manusia purba, dan berasal dari kata Yunani “dinamos” yang diserap ke dalam bahasa Inggris menjadi “dynamic”. Menurut publikasi studi Kepercayaan Animisme dan Dinamisme dalam Masyarakat Islam Aceh oleh Ridwan Hasan dari STAIN Malikussaleh, kata “dynamic” berarti kekuatan, daya, atau khasiat.
Oleh karena itu, dinamisme adalah kepercayaan terhadap benda-benda di sekitar manusia karena diyakini memiliki kekuatan gaib. Benda-benda tersebut dianggap memiliki zat atau daya yang dapat memberikan manfaat atau menghindarkan seseorang dari bahaya.
Benda-benda yang diyakini memiliki kekuatan gaib dalam kepercayaan dinamisme mencakup berbagai elemen alam seperti api, air, pohon, binatang, bebatuan, dan bahkan manusia. Menurut buku Sejarah Indonesia: untuk SMK Kelas X yang ditulis oleh Fatayat Ridlo, manusia purba yang menganut kepercayaan ini akan menyembah benda-benda tersebut, seperti batu, pohon besar, laut, gunung, dan gua.
Pada kepercayaan ini, Tuhan seringkali dianggap sebagai kekuatan supernatural atau “super natural power” yang bersemayam dalam benda-benda tersebut. Kepercayaan dinamisme tidak hanya melibatkan penyembahan benda-benda alam, tetapi juga mencakup berbagai ritual dan upacara yang bertujuan untuk memperoleh kekuatan dari benda-benda tersebut.
Berdasarkan buku Sejarah Indonesia SMA/MA/SMK/MAK Kelas X Edisi Revisi 2017 karya Restu Gunawan dkk., sistem kepercayaan dinamisme adalah kepercayaan yang meyakini adanya kekuatan gaib atau mistis di dalam benda-benda tertentu. Manusia pada zaman praaksara percaya bahwa kekuatan ini dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan dalam hidup mereka. Contoh praktiknya adalah memuja batu besar, api, pohon, matahari, dan patung.
Pemujaan dalam dinamisme seringkali disertai dengan pemberian sesajen dan berbagai ritual lainnya. Manusia purba melakukan upacara-upacara ini dengan harapan mendapatkan perlindungan atau kekuatan dari benda-benda yang mereka puja.
Mereka percaya bahwa dengan melakukan ritual tersebut, mereka bisa memohon bantuan atau kekuatan dari kekuatan gaib yang bersemayam dalam benda-benda tersebut. Praktik-praktik tersebut menunjukkan bagaimana manusia purba berusaha memahami dan mengendalikan lingkungan sekitar mereka melalui keyakinan spiritual.
Pentingnya memahami kepercayaan dinamisme terletak pada wawasan yang bisa diperoleh mengenai cara berpikir dan kehidupan spiritual manusia purba. Kepercayaan ini memberikan gambaran tentang bagaimana nenek moyang kita melihat dunia dan berinteraksi dengan alam. Dinamisme adalah salah satu bentuk kepercayaan yang menunjukkan bahwa manusia sejak dahulu sudah memiliki kebutuhan untuk mencari makna dan hubungan dengan kekuatan yang lebih besar daripada diri mereka sendiri.
Kepercayaan Totemisme
Totemisme adalah salah satu bentuk kepercayaan yang berasal dari kata “totem” dalam bahasa Ojibwa dari Suku Algonkin, Amerika Utara. Menurut Puji Lestari dalam uraian Perkembangan Agama dan Kepercayaan di Indonesia, totem dapat berupa burung, ikan, binatang, atau tumbuhan tertentu. Kepercayaan ini menganggap bahwa benda-benda tersebut memiliki daya atau sifat keilahian yang dapat mempengaruhi kehidupan penganutnya.
Kepercayaan totemisme mempercayai bahwa hewan atau tumbuhan tertentu dapat memberikan pengaruh baik atau buruk, sehingga benda-benda tersebut dianggap sakral dan dihormati.
Totemisme memegang prinsip bahwa hewan atau tumbuhan yang dianggap sebagai totem harus diperlakukan dengan hormat dan tidak boleh disakiti atau dimakan. Penganut totemisme seringkali menganggap keramat hewan atau tumbuhan tersebut dan melarang pembunuhan atau konsumsi mereka.
Menurut buku Sejarah Indonesia: untuk SMK Kelas X yang ditulis oleh Fatayat Ridlo, kepercayaan ini membuat manusia purba menghormati binatang atau tumbuhan yang dianggap suci dan memiliki kekuatan gaib. Binatang yang dihormati biasanya adalah hewan mitos atau binatang alam yang dianggap keramat.
Kepercayaan totemisme juga tercermin dalam praktik pembangunan bangunan besar dari batu untuk melakukan upacara ritual, yang dikenal sebagai kebudayaan Megalitikum. Buku Sejarah Indonesia SMA/MA/SMK/MAK Kelas X Edisi Revisi 2017 karya Restu Gunawan dkk, menjelaskan bahwa manusia praaksara seringkali menyembah binatang atau tumbuhan tertentu dalam ritual-ritual yang dilakukan di bangunan-bangunan megalitik ini.
Totemisme sebagai sistem kepercayaan tidak hanya mempengaruhi aspek spiritual tetapi juga sosial dan budaya masyarakat purba. Ini mencerminkan hubungan yang kuat antara manusia dan alam sekitarnya.
Pemahaman tentang kepercayaan totemisme penting karena memberikan wawasan tentang bagaimana manusia purba memahami dunia mereka dan berinteraksi dengan alam. Kepercayaan ini menunjukkan bahwa manusia sejak dahulu telah mencari cara untuk menjelaskan fenomena alam dan mencari kekuatan dari benda-benda yang mereka anggap suci. Totemisme adalah cerminan dari usaha manusia untuk membangun hubungan yang harmonis dengan alam dan memahami kekuatan gaib yang mereka yakini ada di dalamnya.
+ There are no comments
Add yours